Jumat, 08 Mei 2015

Ayah, aku punya cerita

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahala kalian”. (Surat Ali `Imran: 185).

Ya Rabbana, Salamkan rindu tak henti untuk Ayahku yang tak pernah ku lihat dalam sadar.
Ketika aku di usia 18bulan, Aku yang belum mengerti apa-apa bahkan aku belum sadar dalam ingatan. Aku yang sangat belia hanya bisa menangis dan meminta sarung yang ku pakai tidak boleh dipakai untuk menutupi wujud kaku  tanpa nyawa. Cerita itu pun aku hanya dengar dari saudara yang menggendongku. Seandainya aku sadar, itu bentuk betapa aku tidak ingin ditinggalkan Ayah.

Ya Allah, aku tidak sedang mengeluh. Sedikit pun tidak Ya Rabbana.
Ini bentuk rinduku yang tak henti untuk seorang Ayah..

Aku ingat saat usiaku berinjak 7 tahun, dimana aku sedang menikmati hari-hari bersama teman sebayaku, waktu itu aku sedang bermain Rumah-rumahan. Ada yang menjadi Ibu, ada yang menjadi kakak, Adik, dan ada yang menjadi seorang Ayah. Jujur saja, aku mulai sadar ketika teman sebayaku menjadi Ayah-ayahan. Aku mulai bertanya-tanya " Ayahku mana'' meski aku tak pernah menanyakan langsung pada Ibuku. Tapi pernah suatu saat Ibuku pergi ke pasar, polosnya aku bicara " Mah, beli bapak ya di pasar yang banyak'' Ya Alloh, jika diingat lagi, aku telah menyakiti hati seorang Ibu.

Memasuki Sekolah Dasar, ternyata aku mulai dikenalkan dengan cobaan disaat aku bermain dan temanku menangis karna ulahku sendiri. Temanku bilang '' Aku bilangin ke Ayahku" atau dapat ancaman lainnya. Aku yang masih polos hanya bisa diam dan pulang ke rumah dengan wajah menunduk. Seandainya aku bisa bertemu dengan Ayah, aku akan ceritakan dan mengadu semua teman sebayaku yang berani memarahiku, yang berani memukulku bahkan berani menghinaku karena ayahku sudah tidak ada.

Ibuku tidak pernah melihat aku sedang menangis, Bu.. disela-sela tidurmu aku pergi ke belakang duduk dan menangis sendiri. Itu aku masih kecil sudah tahu arti rindu.
Bu, terimakasih tidak pernah menunjukan kesedihan di depan ku meski aku tahu ibu mati-matian menahan tangis.

Tidak hanya itu saja, sejak kecil aku sudah berimajinasi tinggi. Sebelum tidur aku selalu membayangkan Ayah ada dalam setiap acara kenaikan kelas di sekolahku, Bosan rasanya Ibu saja nyang membawakan raportku.
''Yah.. Maaf ya kalau mengecewakan nilainya  jangan dimarahi, Tapi coba lihat Yah, aku masuk 3 besar'' Aku hanya berimajinasi dengan sebuah photo yang mulai kusam.  

Memasuki Smp, ternyata Ayah belum sempat meluangkan waktu untuk memelukku, 
Aku masih dihantuin rindu,Aku paling malas jika ada tugas mengisi biodata tentang orang tua. Tertulis Nama Ayah : Abdullah ( Alm ) 
Yah, sebenarnya aku ingin merobek kertasnya membuang jauh-jauh atau aku tidak isi tentang Ayah. Tapi tidak Yah, semua harus aku isi. Dan yang paling aku tidak suka ketika tugas yang harus menceritakan Tentang orang tua. Apa yang aku harus tulis tentang seorang Ayah? Apa harus aku ceritakan meski satu paragraf saja? atau aku bohongi saja guruku dengan kisah masa kecilku yang bahagia?
Tidak, aku tulis seadanya dengan singkat begitu saja, karena memang seperti itu nyatanya.
Aku menulis denngan air mata yang tak henti. Itu sangat membuatku Rindu....Sangat Rindu

Kelulusan tiba, Ibuku masih datang sendiri, beda dengan temanku lengkap dengan Ibu dan Ayah.
Aku harus bisa tersenyum untuk Ibuku, meski aku sempat ke belakang kelas sedikit menitikan air mata..
'' Yah, aku lulus dengan nilai yang cukup bagus. Kapan kita ketemu..? Ayah mau kan menandatangani raport ku..? Aku bosan, nama Ibu saja yang ada dalam raportku''
Jika aku tidak bisa bertemu, minjam saja tanganyya Ya Alloh, mungkin rinduku sedikit terobati.

Aku sudah beranjak dewasa, Adakah yang mengkhawatirkan ku selain Ibu ketika aku keluar malam? Seperti Ayah temanku yang mati-matian memarahi anaknya karena keluar malam.
Adakah selain Ibu yang bisa menemaniku berlibur, seperti temanku yang meluangkah hari libur untuk pergi bersama keluarga.
Apa Ayah masih tak ingin bertemu denganku?

Sebentar lagi aku lulus SMA, Banggakah Ayah dengan anak perempuan Ayah ini?
Maaf Yah, aku tidak bisa memberikan piala prestasi untuk mu namun percayalah Yah, aku melakukan semua yang terbaik. Untuk Ibu dan Ayah..
Yah.. untuk kali ini mau kan menghadiri acara perpisahan sekolah? Aku tidak mau saat pembagian medali tersebut namaku Syifa Rosaliya putra Bapak Abdullah Almarhum. Aku maunya namaku dan  nama Ayah, tidak ada Almarhum.

 Hai Ayah, aku sudah berusia 18 lebih.. Masih lamakah waktu berjumpa dengan mu
Bolehkah aku menciummu seperti temanku yang begitu dekat dengan Ayahnya
Bisakah aku memeluk mu dengan rindu yang tak ada ujungnya
Hai Ayah, kini anak mu sudah dewasa dan Adikku kini sudah besar
Ayah, kenapa kita berbeda rumah
Ayah, tidak maukah Engkau se alam dengan Istrimu, anak-anak mu dan cucu mu
 Aku tahu, Ayah pasti mau
Namun nanti, setelah semua mati dan dihidupkan lagi

Aku menulis ini dengan imajinasiku yang tinggi, merasa Ayah ada disampingku saat aku menulis ini.
Ini Rindu seorang anak terhadap Ayahnya yang sudah tiada.
Semoga bermanfa'at untuk kalian yang masih punya orang tua :)


SYIFA ROSALIYA
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar