Senin, 04 Mei 2015

Murkanya Penantian

Duduk tunduk tanpa seucap kata
Wajah datar dari ratusan jam yang lalu
Menggenggam sebuah ponsel mati
Tak perduli berlalu lalangnnya manusia

Berdiri masih tunduk
Melangkah tak tahu arah
Abaikan kebisingan seloah tak dengar
Dengan derai air mata tanpa alasan

Aku sudah mati, tapi  mana kuburanku
Aku masih hidup, tapi mana kehidupanku
Yang aku tahu, kemarin aku menangis hebat
Sampai aku tertidur pulas

Setelah aku membaca sebuah pesan singkat
Dan aku pahami isinya
Ada yang ingin menjauh dariku
Tapi ia tetap disampingku

Ada yang  terbaik selain aku
Tapi ia tetap bersamaku
Bukan aku yang ia mau
Tapi kenapa seolah  bersikap aku pantas untuknya

Ironis jika aku rincikan
Sebuah penantian yang jawabannya sudah dalam otakku
Aku tidak mungkin menjadi yang terbaik
Namun setidaknya aku mati-matian bertahan
Dan dia mati-matian mematahkannya

Kini, aku dihentikan dengan seharusnya
Merpati putih terbang bebas
Dibawah awan, di atas tanah
Melihat dunia dengan cakrawalanya yang indah

Aku membuka mata sejauh mata memandang
Aku kunci masa pahitku
Aku melangkah sejauh cita ku gantungkan
Mungkin kemarin aku mati, Tidak untuk seterusnya

Dan dia dalam penantian terburuk
Sudah ku pupuskan
Aku akan menengoknya kelak
Setelah ia merasakan lebih dari murkanya penantianku

-SYIFA ROSSALIYA-


Ciamis, 5 MEI 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar